Selasa, 11 Februari 2014

PELUNCURAN KAPAL



Salah satu hal yang penting dipertimbangkan pada proses peluncuran kapal adalah bagaimana mempersiapkan kapasitas landasan peluncuran berikut pengaturan dan penempatan sejumlah keel block (profil baja) dan balok-balok ganjal. Sebab jika pengaturan peralatan peluncuran tersebut tidak sedemikian rupa sehingga jarak antara balok-balok ganjal (jarak tumpuan) cukup besar atau bahkan buritan atau haluan kapal yang tidak tersangga cukup panjang, maka pembebanan yang bekerja menjadi semakin besar.
Hal ini tentu saja akan sangat beresiko baik bagi landasan peluncuran maupun bagi kapal yang disangganya jika konstruksi yang digunakan secara keseluruhan tidak mampu mengatasi tegangan yang terjadi.
Namun demikian, dalam fungsinya untuk menyangga konstruksi bangunan kapal dan menahan gaya berat kapal yang bekerja, selain pemenuhan kapasitas landasan itu sendiri, ukuran dari landasan peluncuran berikut kedudukan kapal di atas landasan tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan.
Selain itu perlu diketahui atau diprediksi kondisi-kondisi yang akan terjadi selama proses peluncuran tersebut. Oleh karena itu, sebelum meluncurkan sebuah kapal perlu dilakukan perhitungan peluncuran, karena hal ini akan memberikan kepada kita gambaran mengenai kondisi-kondisi yang terjadi selama peluncuran, dan apabila dalam perhitungan peluncuran ditemukan hal-hal yang tidak diinginkan, dapat segera di antisipasi
Dalam peluncuran kapal terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diketahui sebelum diadakan peluncuran kapal di antaranya :
*      Perhitungan berat kapal yang diluncurkan
Perhitungan berat kapal yang diluncurkan di sini meliputi :
·         Perhitungan berat konstruksi lambung
·         Perhitungan alat peluncuran
·         Perhitungan berat mesin dan instalasinya
·         Perhitungan berat poros dan propeller
·         Perhitungan berat bangunan atas dan rumah geladak
*      Perhitungan alat peluncuran
Di mana berat peralatan peluncuran meliputi semua peralatan peluncuran yang disertakan pada saat peluncuran, terdiri dari sepatu peluncur, packing, perentang dan balok peluncur.
*      Perhitungan titik berat peluncuran
Langkah pertama pada perhitungan peluncuran adalah perhitungan berat dan titik berat kapal pada saat kapal diluncurkan. Selain itu, perhitungan titik berat peluncuran berguna untuk mengetahui distribusi penyebaran beban tiap-tiap komponen yang ada di kapal.
*      Perhitungan sepatu peluncur
Perhitungan sepatu peluncur dimaksudkan untuk mengetahui ukuran dari sepatu peluncur dan jumlah sepatu peluncur yang digunakan dalam peluncuran kapal.
*      Pemeriksaan kondisi kapal.
Hal ini dimaksudkan untuk memeriksa bagaimana kondisi kapal pada saat lepas landas apakah kapal dapat meluncur dengan beratnya sendiri dan apakah kapal mengalami jumping atau tipping dan bagaimana kondisi kapal setelah meluncur.
*      Perhitungan tahap-tahap peluncuran.
Tahap-tahap peluncuran di sini dibagi kedalam tiga periode yang terdiri dari :
·         Periode I adalah dimulai pada saat kapal dilepaskan dan berakhir pada saat kapal menyentuh permukaan air.
·         Periode II adalah dimulai pada akhir periode I dan berakhir pada waktu kapal stern lift.
·         Periode III adalah dimulai pada akhir periode II dan berakhir pada saat kapal terapung bebas.
*      Analisa kecepatan
Analisa kecepatan yang dimaksud di sini adalah menghitung kecepatan hambatan dan jarak tempuh oleh kapal, mulai saat diluncurkan, kapal mengapung hingga kapal berhenti bergerak.
Sistem peluncuran kapal terbagi atas dua yaitu sistem peluncuran melintang dan sistem peluncuran memanjang. Sistem peluncuran melintang dipakai apabila perairan di lokasi peluncuran merupakan daerah perairan terbatas (misalnya sungai dan kanal) dan ukuran kapal yang diluncurkan relatif kecil. Sedangkan sistem peluncuran memanjang dipakai apabila perairan di lokasi peluncuran cukup luas dan merupakan daerah perairan terbuka (pantai) serta kapal yang akan diluncurkan relatif berukuran besar.


                                                    gambar kapal di atas spatu luncur

STABILITAS DAN TRIM

Pengertian Stabilitas Kapal 
Stabilitas adalah kemampuan benda untuk kembali ke keadaan semula setelah benda mendapat gangguan (gaya) yang ditimbulkan oleh benda itu sendiri maupun gangguan (gaya) yang berasal dari luar.Menurut teori mekanika dan dinamika kesetimbangan statis suatu benda dibedakan atas 3 (tiga) macam yaitu :
1.      Keseimbangan mantap (stabil) yaitu keseimbangan dari suatu benda yang mengalami pengaruh gaya dari luar dan menyebabkan perubahan kedudukan (posisi benda tersebut) tetapi benda tersebut kembali ke posisi awal;
2.      Keseimbangan goyah (labil) yaitu keseimbangan dari suatu benda yang mengalami pengaruh gaya dari luar dan menyebabkan perubahan kedudukan (posisi benda tersebut) tetapi benda tersebut tidak dapat kembali ke posisi awal (mengalami perubahan yang besar);
3.      Keseimbangan sembarang (netral) yaitu keseimbangan dari suatu benda yang mengalami pengaruh gaya dari luar dan menyebabkan perubahan kedudukan (posisi benda tersebut) tetapi benda tersebut tetap pada posisi yang baru.
Demikian pula halnya pada kapal akan mendapatkan kesimbangan yang serupa, yang diakibatkan oleh gaya berat kapal itu sendiri maupun gaya yang berasal dari laur seperti angin, gelombang dan lain-lain yang menyebabkan kapal mengalami keolengan dan trim.
Untuk dapat menjamin keselamatan kapal, maka kapal harus mempunyai keseimbangan yang mantap (stabil) atau stabilitas yang baik. Atau dengan kata lain kapal harus memiliki kemampuan utnuk melawan semua gaya-gaya yang ditimbulkan oleh kapal itu sendiri maupun gaya-gaya yang berasal dari luar, sehingga kapal selalu berada dalam kondisi even keel.  
 Jenis-jenis Stabilitas kapal
Pada dasarnya stabilitas kapal dibedakan atas dua jenis yaitu stabilitas memanjang (saat kapal terjadi trim) dan stabilitas  melintang (saat kapal oleng).
                                                 gambar1 kapal Dalam Keadaan Trim
gambar2 kapal Dalam Keadaan oleng

gambar3 kondisi kapal dalam keadaan stabil



Pada peninjauan kestabilan suatu kapal dikenal beberapa titik yang digunakan untuk mengetahui besarnya momen yang terjadi pada kapal, pada saat terjadi trim dan oleng. Adapun titik-titik tersebut adalah :
1.      Titik G (Centre of Grafity) adalah titik berat kapal yang dipengaruhi oleh keadaan kapal itu sendiri, seperti bentuk lambung, dan komponen-komponen yang ada di dalam kapal tersebut berupa komponen yang tetap maupun komponen yang dpat berubah-berubah.
2.      Titik B (Centre of Bouyancy) adalah titik gaya tekan ke atas dari volume air yang dipindahkan oleh bagian kapal yang terbenam di dalam air, adan besarnya titik B ini dipengaruhi oleh bentuk badan kapal yang berada di bawah permukaan air.
3.      Titik M (Titik Metasentra) adalah titik yang merupakan perpotongan vektor gaya tekan ke atas pada  saat kapal dalam keadaan tegak, dengan gayan tekan ke atas (γV) pada saat kapal terjadi sudut oleng
Untuk kapal yang berada dalam keadaan seimbang (kestabilan yang mantap) titik G dan B berada pada satu garis yang tegak lurus (gambar 3) terhadap permukaan zar cair. Dan besarnya gaya berat kapal sama dengan gaya tekan ke atas.
Untuk kapal yang mengalami kemiringan baik oleng maupun trim yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar dengan anggapan bahwa komponen-komponen berat kapal tidak ada yang mengalami perubahan letak, maka titik G juga tidak terjadi perubahan. Tetapi titik B akan mengalami perpindahan. Hal ini terjadi karena titik berat dari bagian kapal yang berada di bawah garis air adalah titik tekan ke atas itu sendiri. Disisi lain dengan terjadinya  kemiringan kapal, maka bentuk bagian kapal yang berada di bawah permukaan air akan mengalami perubahan. Sehingga titik tekan ke atas (titik B) juga akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan bentuk bagian kapal yang tercelup di dalam air. Jadi, untuk kapal oleng, titik B akan berpindah menjadi Bφ pada bidang melintang kapal, sedangkan untuk kondisi trim titik B berpindah menjadi Bθ pada bidang memanjang kapal (gambar 1 dan 2).
Dari gambar 1 dan 2 tampak bahwa titik G dan titik B tidak berada dalam satu garis luirus vertikal, baik  tampak melintang maupun tampak memanjang kapal. Hal ini akan menyebabakan terjadinya momen koppel sebesar :
S =  W . h
Dimana :
W = Berat Kapal (Displacement)
 h  = GQ = lengan koppel = MG sin φ
Sedangkan untuk MG dapat di uraikan sebagai berikut :
MG = MK – KG
MK = MB + KB
Jadi :
 MG = (MB + KB) – KG
Dimana :
MK = Faktor Bentuk Kapal
KG  = Faktor Berat Kapal
Sehingga diperoleh persamaan :
S =  W . MG sin φ

Dengan demikian bahwa ada sebuah kapal akan berlaku bahwa stabilita kapal dipengaruhi oleh dua faktor yaitu Faktor bentuk kapal, Faktor berat kapal.
Keseimbangan dari kapal juga ditentukan oleh jarak antara titik metasentra (M) terhadap titik beratnya (G), dalam hal ini akan terjadi tiga kemungkinan dari  kapal tersebut yaitu :

Akibat adanya kondisi kapal oleng maka stabilitas kapal di bedakan atas dua macam yaitu :
1.      Stabilita statis
Stabilitas statis adalah kemampuan kapal untuk kembali pada  posisi awal dengan adanya momen koppel setelah mengalami kemiringan dengan sudut φ.
2.      Stabilita dinamis
Stabilitas dinamis adalah stabiltas yang terjadi akibat adanya keolengan kapal pada sudut φ, maka titik B akan berpindah ke titik Bφ, dengan sendirinya akan tampak perbedaan ajrak antara Bφ Q dan BG (gambar 2).
Baik stabiltas statis maupun stabilitas dinamis selalu ditinjau dari dua bagian yaitu :
1.      Stabilitas awal yaitu stabilitas dengan sudut-sudut oleng yang kecil ( < 6o) dan dalam perhitungannya menggunakan titik M sebagai titik metasentra.
2.      Stabiltias lanjut yaitu stabiltias dengan sudut oleng > 6o dan dalam perhitungannya menggunakan titik N sebagai titik metasentra. 
 Kriteria Penilaian Stabilitas Menurut IMO/IMCO
 Dalam buku Prinsiple of Naval Architecture Volume II IMO/IMCO memberikan persyaratan untuk penilaian stabilitas kapal yaitu :

1.      Jari-jari metasentra (MG)  harus lebih besar dari 0,15 m (MG > 0,15)
2.      Lengan stabilitas (h) pada saat sudut oleng 30o harus lebih besar dari 0,20 m (h 30o > 0,20)
3.      Lengan stabilitas maksimum (h maks) harus berada diatas sudut oleng 30o ( h maksimum > 30o)   
4.      Sudut minimum dimana kapal sudah tidak memiliki lagi lengan stabilitas berada diatas sudut oleng 60o (Range of Stability > 60o   
5.      Luasan curva lengan stabiltias statis antara sudut 0o – 30o harus lebih besar dari 0,05 m.rad  (Area up to 30o  > 0,05 m rad)
6.      Luasan curva lengan stabiltias statis antara sudut 0o – 40o harus lebih besar dari 0.09 m.rad (Area up to 40o  > 0,09 m rad)
7.      Luasan curva lengan stabiltias statis antara sudut 30o – 40o harus lebih besar dari 0,03) Area Between 30o dan 40o > 0,03 m rad